Benarkah Gen Z Gampang Depresi

Setiap 10 Oktober, dunia memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia atau World Mental Health Day untuk menaikkan kesadaran akan pentingnya kesegaran mental didalam kehidupan sehari-hari. Faktanya, memang banyak yang belum memahami arti mutlak berasal dari kesegaran mental.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun manfaatkan peristiwa ini untuk menyoroti jalinan antara kesegaran mental dan pekerjaan. WHO meyakinkan bahwa lingkungan kerja yang aman dan kondusif dapat merawat kesegaran mental, pas stigma dan juga kondisi kerja yang buruk justru memperburuknya.

Apakah generasi muda seperti Gen Z memang lebih rentan terhadap depresi, seperti yang sering diibaratkan oleh banyak orang?

Gen Z sering kali diekspresikan sebagai generasi yang kurang dapat hadapi tekanan pekerjaan. Ada pandangan lazim bahwa mereka tidak dapat bekerja dengan maksimal dan lebih ringan terpengaruh oleh stres. Hal ini sebabkan pembicaraan perihal apakah Gen Z terlampau lebih rentan terhadap depresi dibandingkan generasi sebelumnya.

“Beberapa iya (rentan depresi), lebih dari satu nggak. Menurutku, Gen Z cenderung lebih terbuka didalam mengungkap keresahan atau depresi yang mereka rasakan,” memahami Weny (21) seorang karyawan magang di Jakarta SelatanDikutip berasal dari WHO, faktor lingkungan kerja menjadi faktor mutlak yang tidak dapat diabaikan. WHO mencatat bahwa dengan 60% populasi world berada didalam dunia kerja, langkah-langkah mendesak kudu diambil alih untuk merawat kesegaran mental di daerah kerja. Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan pemangku kepentingan lainnya terlampau mutlak untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung.

Baca Juga : 5 Cara Bikin Brand yang Nggak Pasaran Biar Bisnis Makin Cuan

Hal ini terlebih berlaku bagi Gen Z, yang menyatakan kebutuhan akan lingkungan kerja yang nyaman supaya dapat bekerja dengan baik.

Menurut Thackla (20), seorang karyawan magang di Jakarta Selatan, bersosialisasi dengan atasan dan teman kerja yang nyaman menjadi kunci didalam mengatasi stres di daerah kerja.

“Bersosialisasi dengan atasan dan teman kerja senyamannya, biar dapat mengatasi depresi di daerah kerja, dan juga healing dengan cara masing-masing,” memahami Thackla.

Fadhil (20), seorang karyawan magang lainnya, mengedepankan pentingnya perlindungan berasal dari senior dan teman kerja untuk kurangi tekanan psikologis.

“Kalau senior atau teman kerjanya baik dan support, aku menjadi segan dan lebih hormat. Kalau galak, aku kayak ‘apa sih?’,” ungkap Fadhil.